Kekeliruan Ibnu Jauzi Terhadap Hadis Tsaqalain

Kekeliruan Ibnu Jauzi Terhadap Hadis Tsaqalain

SUMBER: Blog Analisis Pencari Kebenaran

ditulis Oleh: J. Algar (SP)

.

Di dalam kitabnya yang berjudul Al-’llal al-Mutanahiyah fi al-Ahadits al-Wahiyah Ibnu al-Jauzi mendhaifkan hadits Ats Tsaqalain. Ibnul Jauzi mengatakan,

“Hadis ini tidak sahih. Adapun ‘Athiyyah telah didhaifkan oleh Ahmad, Yahya dan selain dari mereka berdua. Adapun tentang Abdullah al-Quddus, Yahya telah mengatakan bahwa dia itu bukan apa-apa dan dia itu seorang rafidhi yang jahat”.

Hadis yang dimaksud salah satunya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad jilid III hal 59 sebagai berikut

Riwayat dari Abdullah dari ayahnya dari Ibnu Namir dari Abdul Malik Ibnu Sulaiman dari Athiyah dari Abu Sa’id al Khudri ra,ia berkata,’Rasulullah SAW bersabda”Sesungguhnya Aku meninggalkan bagimu sesuatu yang jika kamu berpedoman dengannya,maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya setelahKu yaitu dua hal yang salah satunya lebih besar dari yang lain;Kitabullah,tali panjang yang terentang dari langit ke bumi,dan Ahlul BaitKu.Ketahuilah bahwa keduanya itu tidak akan berpisah hingga datang ke telaga(hari kiamat).”

Tanggapan Untuk Ibnul Jauzi

Hadis Tsaqalain memiliki banyak sanad dalam kitab-kitab hadis selain riwayat Athiyyah dari Abu Said, dan terdapat sanad yang shahih yang menguatkan sanad Athiyyah dari Abu Said ini. Mengenai Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah al ‘Awfi yang dinyatakan dhaif oleh Ahmad menurut Ibnul Jauzi, sebelumnya akan dikutip pernyataan Taqiyuddin As Subki dalam Syifâ al-Asqâm, jld. 10 hal. 11 tentang perawi-perawi Ahmad bin Hanbal

“Ahmad(semoga Allah merahmatinya) tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang dapat dipercaya (ats-tsiqah). Ibnu Taimiyyah telah berterus terang tentang hal itu di dalam kitab yang dikarangnya untuk menjawab al-Bakri, setelah sepuluh kitab lainnya. Ibnu Taimiyyah berkata, ‘Sesungguhnya para ulama hadis yang mempercayai ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil ada dua kelompok. Sebagian dari mereka tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang dapat dipercaya dalam pandangan mereka, seperti Malik, Ahmad bin Hanbal dan lainnya.”.

Dan sudah jelas bahwa Athiyyah adalah perawi dalam Musnad Ahmad, dan dari sini sebenarnya dapat diambil kesimpulan bahwa Athiyyah adalah tsiqah menurut Ahmad bin Hanbal. Tetapi dalam Tahdzib at Tahzib dan Mizan Al ‘Itidal, ketika membicarakan Athiyyah dan riwayatnya dari Abu Said, Ahmad menyatakan bahwa hadis Athiyyah itu dhaif, beliau berkata

“Sampai kepadaku berita bahwa Athiyyah belajar tafsir kepada Al Kalbi dan memberikan julukan Abu said kepadanya .Agar dianggap Abu said Al Khudri.”

Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan Ibnu Hibban

“Athiyyah mendengar beberapa hadis dari Abu said Al Khudri. Setelah Al Khudri ra meninggal, ia belajar hadis dari Al Kalbi. Dan ketika Al Kalbi berkata Rasulullah SAW bersabda ‘demikian demikian’maka Athiyyah menghafalkan dan meriwayatkan hadis itu dengan menyebut Al Kalbi sebagai Abu Said. Oleh sebab itu jika Athiyyah ditanya siapakah yang menyampaikan hadis kepadamu? maka Athiyyah menjawab Abu Said. Mendengar jawaban ini orang banyak mengira yang dimaksudkannya adalah Abu Said Al Khudri ra, padahal sebenarnya Al Kalbi” .

Jadi dalam hal ini kritik Ibnul Jauzi bahwa Athiyyah dinyatakan dhaif oleh Ahmad adalah merujuk pada riwayat Athiyyah dari Abu Said.

Kemudian pernyataan Ibnul Jauzi bahwa Athiyyah dinyatakan dhaif oleh Yahya bin Main adalah tidak benar. Dalam Tahdzîb at-Tahdzîb jilid 7 hal 220 Al-Hafidz Ibnu Hajar telah berkata tentang biografi Athiyyah, “Ad-Dawri telah berkata dari Ibnu Mu’in bahwa ‘Athiyyah adalah seorang yang saleh.” Selain itu dalam Mizan Al ‘Itidal ketika Yahya bin Main ditanya tentang hadis Athiyyah, ia menjawab “Bagus”.

Pernyataan selanjutnya Ibnul Jauzi bahwa Athiyyah dinyatakan dhaif oleh selain mereka berdua, dapat dilihat dalam Mizan Al ‘Itidal jilid 3 hal 79. Menurut Adz Dzahabi Athiyyah adalah seorang tabiin yang dikenal dhaif, Abu Hatim berkata hadisnya dhaif tapi bisa didaftar atau ditulis, An Nasai juga menyatakan Athiyyah termasuk kelompok orang yang dhaif, Abu Zara’ah juga memandangnya lemah. Menurut Abu Dawud Athiyyah tidak bisa dijadikan sandaran atau pegangan. Menurut Al Saji hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah, Ia mengutamakan Ali ra dari semua sahabat Nabi yang lain. Salim Al Muradi menyatakan bahwa Athiyyah adalah seorang syiah. Abu Ahmad bin Adi berkata walaupun ia dhaif tetapi hadisnya dapat ditulis. Kebanyakan ulama memang memandang Athiyyah dhaif tetapi Ibnu Saad memandang Athiyyah tsiqat, dan berkata insya Allah ia mempunyai banyak hadis yang baik, sebagian orang tidak memandang hadisnya sebagai hujjah.

Dalam Tahdzîb at-Tahdzîb jilid 2 hal 226 Ibnu Hajar Al’Asqalani telah berkata,

“Ibnu Sa’ad telah berkata, “Athiyyah pergi bersama Ibnu al- Asy’ats, lalu Hajjaj menulis surat kepada Muhammad bin Qasim untuk memerintahkan ‘Athiyyah agar mencaci maki Ali, dan jika dia tidak melakukannya maka cambuklah dia sebanyak empat ratus kali dan cukurlah janggutnya. Muhammad bin Qasim pun memanggilnya, namun ‘Athiyyah tidak mau mencaci maki Ali, maka dijatuhkanlah ketetapan Hajaj kepadanya. Kemudian ‘Athiyyah pergi ke Khurasan, dan dia terus tinggal di sana hingga Umar bin Hubairah memerintah Irak. ‘Athiyyah tetap terus tinggal di Khurasan hingga meninggal pada tahun seratus sepuluh hijrah. Insya Allah, dia seorang yang dapat dipercaya, dan dia mempunyai hadis-hadis yang layak.”

Jadi terdapat cukup banyak ulama yang menyatakan Athiyyah adalah dhaif, jarh ini kemungkinan disebabkan sikap tadlis Athiyyah seperti yang dikatakan oleh Ahmad dan Ibnu Hibban mengenai riwayat Beliau dari Abu Said ra, Walaupun begitu hadisnya dapat ditulis dan Athiyyah adalah perawi dalam Al Adab Al Mufrad, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Selain itu terdapat juga ulama yang menguatkan Beliau seperti Yahya bin Main dan Ibnu Saad. Kesimpulannya hadis riwayat Athiyyah tidak dapat dijadikan hujjah tetapi dapat dijadikan I’tibar atau hadis pendukung. Dan memang demikianlah kedudukannya terhadap Hadis Tsaqalain, hadis riwayat Athiyyah ini hanyalah sebagai pendukung hadis lain yang riwayatnya shahih, bahkan dari hadis-hadis lain riwayat Athiyyah dapat terangkat kedudukannya dan dapat dinyatakan bahwa riwayat Athiyyah dari Abu Said ini benar-benar berasal dari Abu Said Al Khudri ra bukan dari Al Kalbi.
Berdasarkan semua keterangan diatas maka pernyataan Ibnul Jauzi bahwa hadis Tsaqalain itu tidak shahih adalah terlalu terburu-buru, karena dengan hanya mengkritik riwayat Athiyyah, tidak menjadikan hadis itu dhaif karena hadis ini hanyalah hadis pendukung dari hadis-hadis Tsaqalain lain yang derajatnya shahih. Seharusnya untuk menyatakan bahwa hadis Tsaqalain itu tidak shahih, Ibnul Jauzi harus mengumpulkan semua riwayat hadis Tsaqalain dalam kitab-kitab hadis baru menetapkan kedudukannya.

Sedangkan pernyataan Ibnul Jauzi mengenai Abdullah Al Quddus itu keliru. Perawi ini tidak seperti yang dikatakan Ibnu Jauzi. Pernyataan Ibnu Jauzi yang menyatakan Yahya mengatakan bahwa dia itu bukan apa-apa dan seorang rafidhi yang jahat perlu ditanggapi karena terdapat ulama yang menyatakan tsiqat kepada Abdullah bin Abdul Quddus.

  • Abdullah Al Quddus dinyatakan bisa dipercaya(tsiqat) oleh Al Hafiz Muhammad bin Isa. Dalam Tahdzib at-Tahdzib jilid 5 hal 303, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berkata, “Telah diceritakan bahwa Muhammad bin Isa telah berkata, ‘Dia(Abdullah Al Quddus) itu dapat dipercaya.”.
  • Abdulah bin Abdul Quddus adalah termasuk perawi di dalam kitab Shahih Bukhari. Sebagaimana juga disebutkan di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, jilid 5, halaman 303; dan juga kitab Taqrib at-Tahdzib, jilid 1, halaman 430.

Jadi kesimpulannya Abdullah Al Quddus ini adalah perawi yang jujur dan bisa dipercaya. Tapi sayangnya perawi ini tidak ada hubungannya sedikitpun dengan hadis Tsaqalain yang dikritik oleh Ibnu Jauzi (karena hadis yang sama juga diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dan dalam sanadnya tidak ada Abdullah bin Abdul Quddus), oleh karena itu kami tidak akan menanggapinya lebih lanjut. Mungkin ini cuma kekeliruan Ibnul Jauzi semata atau kecenderungan kemahzabannya yang berlebih-lebihan dalam menyalahkan apapun yang menjadi hujjah Syiah.

.

__________________________
.
___________________________________________________________________________________________

******************************************************************************

UNTUK BERKOMENTAR DAN BERDIALOG DENGAN PENULIS SILAHKAN -KLIK DISINI-

*******************************************************************************